Minggu, 17 November 2013

MENYEIMBANGKAN ANTARA BAHASA INDONESIA DENGAN BAHASA DAERAH



Bahasa merupakan pelestari budaya. Artinya dalam bahasa itu terkandung nilai-nilai dan karakter kebudayaan. Dalam konteks lokal, bahasa daerah menjadi sarana untuk melestarikan suatu kebudayaan di daerah setempat. Dalam konteks ilmu dan peradaban, bahasa daerah merupakan kekayaan ilmu dan keberagaman peradaban yang harus dijaga dan dipelihara. Sedangkan secara nasional, bahasa Indonesia menjadi bahasa pemersatu seluruh etnis budaya lokal yang terbentang dari Sabang hinggaMerauke. 

Ada yang menarik dari perkembangan bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Bahasa Indonesia diakui mulai tahun 1928 sebagai bahasa nasional. Meskipun pada saat itu tidak semua pihak sepakat, tapi mayoritas mendukung upaya tersebut. Padahal sebelum tahun 1928, bahasa Melayu telah dipakai sebagai alat komunikasi  antar etnis di nusantara. Bahasa Melayu bahkan telah terlebih dahulu menyerap kosakata dari bahasa Sanksekerta, Arab, Portugis dan Belanda. Dari akar bahasa Melayu inilah kemudian lahir bahasa Indonesia. Pada perkembangannya, bahasa Indonesia pun mendapat masukan kosakata dari bahasa Jawa dan Jawa Kuno.

Bahasa Indonesia telah membuktikan ketangguhannya karena berhasil mempersatukan ribuan etnis yang tersebar di seluruh pelosok nusantara. Tapi perlu diingat, tidak mungkin ada bahasa Indonesia jika tidak ada bahasa daerah yang menopangnya. Menurut Summer Institute of Linguistic (SIL, 2006), jumlah bahasa daerah di Indonesia mencapai 742 ragam yang menempatkan Indonesia pada urutan ke-2 sedunia sebagai laboratorium keanekaragaman bahasa setelah Papua Nugini yang memiliki 867 ragam bahasa. Bahkan lebih jauh lagi, jumlah bahasa di dunia ada sekitar 6.000 buah dan itu berarti 12% bahasa di dunia ada di Indonesia. 742 ragam bahasa daerah tadilah yang merupakan keanekaragaman etnis dan budaya yang ada di Indonesia yang secara langsung atau tidak langsung telah menjiwai bahasa Indonesia.

Dari 742 ragam bahasa daerah tadi, menurut Crystal (1987), terjadi kesepakatan di kalangan ahli bahasa bahwa ada 13 bahasa daerah terbesar yang memiliki jumlah penutur minimal 1 juta jiwa, yaitu bahasa Jawa (75.5 juta), Sunda (27 juta), Melayu (20 juta), Madura (13.6 juta), Minangkabau (6.5 juta), Batak (5 juta), Bugis (4 juta), Bali (3.8 juta), Aceh (3 juta), Sasak (2 juta), Makasar (1.6 juta), Lampung (1.5 juta), dan Rejang (1 juta). Jadi, hanya 13 bahasa daerah inilah yang lestari. Jika kita cermati, sebagian besar bahasa daerah terbesar tersebut berasal dari wilayah barat Indonesia. Tercatat hanya bahasa Sasak, Bugis dan Makasar (wilayah timur Indonesia) yang memiliki jumlah penutur di atas 1 juta jiwa. Hal ini terjadi karena, secara geografis, semakin ke arah timur jumlah penduduk Indonesia semakin sedikit, tapi jumlah keragaman bahasa daerah semakin banyak. Sebaliknya, semakin ke arah barat, jumlah penduduk Indonesia semakin banyak, tapi jumlah keragaman bahasa daerah semakin sedikit.

Bahasa Daerah di Indonesia sampai kini makin terpinggirkan, karena berbagai sebab di antaranya makin berkurangnya jumlah penutur. Namun demikian, kekhawatiran di atas seharusnya tidak perlu terjadi, jika kita semua, keluarga, masyarakat dan pemerintah, memiliki kesadaran dan langkah yang sinergis untuk mempertahankan bahasa daerah tanpa menghambat pertumbuhan bahasa lainnya bahkan bahasa nasional sekalipun. Saya mengilustrasikan setidaknya ada 3 level dalam kehidupan berbangsa, yaitu lokal, nasional dan internasional. Hendaknya bahasa daerah digunakan dalam konteks lokal sesama masyarakat daerah. Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa nasional dalam konteks formal dan legal. Sedangkan bahasa asing digunakan ketika berkomunikasi dengan negara-negara lain. Dengan demikian bahasa Indonesia dengan bahasa daerah dapat diseimbangkan penggunaannya dan dapar dipertahankan keberadaannya.


Bahasa Daerah Harus Dilestarikan
Keragaman bahasa ada di masyarakat merupakan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Sebagai sebuah hasil proses budaya yang berjalan ratusan hingga ribuan tahun, maka bahasa-bahasa daerah ini harus kita lestarikan. Penggunaan bahasa daerah sekarang sudah mulai terpinggirkan karena kurangnya pengajaran bahasa daerah yang diberikan kepada generasi penerus, generasi saat ini lebih tertarik mempelajari bahasa asing / internasional dibanding bahasa daerahnya sendiri. Memang mempelajari bahasa internasional sudah menjadi tuntutan penting di era globalisasi ini namun jangan sampai bahasa internasional ini menutupi bahkan menghilangkan bahasa daerah yang seharusnya dilestarikan karena bahasa daerah merupakan identitas dari masing-masing suku di Indonesia tercinta. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar