Minggu, 31 Mei 2015

Konvensi-Konvensi dalam Hukum Industri

Konvensi-konvensi dalam hukum  industri
1   1.      Mengetahui konvensi internasional tentang hak cipta
Perlindungan terhaap HKI secara global antar negara dibutuhkan karena adanya perdagangan Internasional dan adanya gerakan perdagangan bebas yang semakin berkembang. Akhir abad ke-19 perkembangan pengetahuan mengenai HKI mulai melewati batas-batas negara. Sejarahnya dimulai dengan dibentuknya Uni Paris untuk perlindungan Internasional milik perindustrian pada tahun 1883. Beberapa tahun kemudian pada tahun 1886 dibentuk pula sebuah konvensi untuk perlindungan di bidang hak cipta yang dikenal dengan Internasional Convention for The Protection of Literary and Arsitics Works, yang ditandatangani di Bern. 
Pada awalnya kedua konvensi itu masing-masing membentuk union yang berbeda yaitu union internasional untuk perlindungan Hak Milik Perindustrian (The International Union for The Protection of Industrial Property), dan union Internasional untuk perlindungan Hak Cipta (International union for The Protection of Literary and Artistics Works). Meskipun terdapat dua union, tetapi pengurusan administrasinya dalam satu manajemen yang sama yaitu : United Biro for The Protection of Intellectual Property, yang dalam bahasa Perancisnya Bivieaux International Reunis Pour La Protection de la Propriete Intellectuele (BIRPI). Perkembangan selanjutnya timbul keinginan agar terbentuk suatu organisasi dunia untuk HKI secara keseluruhan. Melalui konferensi Stockholm tahun 1967 telah diterima suatu konvensi khusus untuk pembentukan organisasi dunia untuk HKI (Convention Establishing The World Intellectual Property Organization/ selanjutnya disebut WIPO). WIPO sebagai organisasi dunia kemudian menjadi pengelola tunggal kedua konvensi tersebut.

2    2.      Benner convention dan universal copyright convertion

·           Benner convention
Setelah konvensi Paris digulirkan sebagai momentum awal penghargaan hak intelektualitas manusia khususnya di bidang hak milik, proses ini kemudian dilanjutkan dengan munculnya konvensi Berne yang dibentuk pada tahun 1886. Konvensi ini lahir karena pada akhir tahun 1900 an, karya-karya hak cipta secara bertahap telah menjadi elemen penting dalam perdagangan internasional. Revolusi industri dan proses produksi massal yang mulai berkembang menjadikan perlindungan hak cipta transnasional menjadi wacana serius. Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka adalah warga negaranya sendiri. Hak cipta di bawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara eksplisit. Konvensi Berne pada saat pembentukannya dikenal sebagai Berne Covention for the Protection of Literary and Artistic Works. Pada awalnya, negara-negara Eropa menjadi penandatangan pertama untuk melegitimasi pengaturan hak cipta secara lebih luas. Pada awalnya tujuan dari konvensi ini adalah mengenalkan hak cipta secara nasional. Adapun perlindungan yang diberikan merupakan perlindungan atas Copyright (Hak Cipta), yang meliputi literary and artistic works (karya seni dan kesusasteraan) serta semua karya yang dihasilkan dalam bidang kesusasteraan, kesenian, dan ilmu pengetahuan. Kedua bidang pengaturan inilah yang kemudian dikelompokkan dalam Intellectual Property Rights. Para pencetus konvensi merumuskan tiga prinsip dasar dan berisi serangkaian menentukan ketentuan perlindungan minimum yang harus diberikan, serta ketentuan-ketentuan khusus yang tersedia untuk negara-negara berkembang yang ingin memanfaatkannya. Tiga prinsip dasar itu antara lain:

·         Pekerjaan yang berasal dari salah satu negara (contohnya karya penulis yang adalah warga negara dari suatu negara atau perbuatan yang pertama kali diumumkan dalam tersebut suatu negara) harus diberi perlindungan yang sama di negara-negara lainnya (asas “national treatment“).
·   Perlindungan tersebut tidak harus tergantung pada kepatuhan dengan formalitas (asas otomatis “perlindungan”).\
·   Perlindungan tersebut tidak tergantung pada adanya perlindungan di negara asal kerja (prinsip “kemerdekaan” perlindungan).
Ciri utama dari konvensi ini juga menempatkan negara dianggap sebagai negara-negara berkembang sesuai dengan praktik yang ditetapkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk pekerjaan tertentu dan dalam kondisi tertentu, berangkat dari standar minimum perlindungan berkaitan dengan hak terjemahan dan hak reproduksi. Namun disisi lain, konvensi ini juga memberi “hak moral”, yaitu, hak untuk mengklaim kepengarangan kerja dan hak untuk objek ke mutilasi atau deformasi atau modifikasi lainnya, atau tindakan menghina lainnya sehubungan dengan, pekerjaan yang akan merugikan untuk menghormati penulis atau reputasi.
Dalam praktiknya, pengelolaan konvensi Berne memiliki Majelis dan Komite Eksekutif. Setiap anggota negara Uni yang sudah melekat pada setidaknya ketentuan administratif dan terakhir dari Undang-Undang Stockholm adalah anggota Majelis. Para anggota Komite Eksekutif dipilih dari antara anggota Uni, kecuali untuk Swiss yang merupakan anggota ex officio.97 Pembentukan program dua tahunan dan anggaran Sekretariat WIPO-sejauh Berne Union masih membutuhkan bantuan-adalah tugas Majelisnya.
Dalam perjalanannya, Konvensi Berne sudah direvisi beberapa kali. Berikut kronologis revisi konvensi Berne yang dihimpun dari berbagai sumber. Pada tahun 1896 direvisi di Paris, di Berlin pada tahun 1908, diselesaikan di Berne pada tahun 1914, direvisi di Roma pada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun 1971, dan diubah pada tahun 1979. Revisi terjadi di bidang perlindungan industri dan hak moral.
Dalam Konvensi Berne revisi Roma 1929 contohnya, hak moral diatur pada pasal 6 bis. Adapun pokok-pokok dari pasal 6 bis tersebut adalah sebagai berikut:
·         Moral rights are independent of economic rights.
·       Moral rights subsist after the author has transferred his economic rights, although it is not clear whether moral rights are themselves inalienable.
·      Moral rights are to be maintained at least until the expiry of economic rights, although countries not recognizing moral rights at the time of their accession to the Berne Convention are permitted to limit moral rights to the lifetime of the author.
·      The manner in which moral rights are protected is to be determined by national law, which need not necessarily be copyright law.
Pasal 6 bis Konvensi Berne tersebut memberikan suatu bentuk perlindungan kepada pencipta yang meliputi kebebasan dari hak-hak ekonomi pencipta, dan setelah mengalihkan hak tersebut pencipta mempunyai hak untuk mengklaim hasil karyanya, menolak penyimpangan-penyimpangan, perusakan, maupun perubahan serta tindakan yang dapat merugikan kehormatan dan reputasinya. Lebih jauh, jaminan hak-hak tersebut adalah sampai dengan kematian si pencipta atau paling tidak sampai terbayarnya hak-hak ekonomi yang dapat dilaksanakan para pihak atau instansi yang diberi kuasa menurut peraturan suatu negara di mana terdapat klaim perlindungan tersebut. Walaupun tujuan awalnya negara-negara yang ikut menandatangani konvensi Berne adalah dalam rangka membuat perlindungan hukum untuk hak cipta dasar, tetapi secara prinsip perlindungan terhadap para pemegang hak cipta dari dalam negeri sama dengan perlindungan untuk para pemegang hak cipta asing. Tidak ada perbedaan signifikan yang menjadi pembeda di antara keduanya. Hasil positif yang dapat dijadikan acuan keberhasilan dari konvensi Berne adalah terciptanya standar internasional perlindungan hak cipta untuk para pelaku intelektual. Akan tetapi, kelemahan dari konvensi Berne juga terlihat karena tidak diformulasikan tanpa melalui proses resolusi dan perdebatan yang panjang. Perlindungan yang diberikan pun sangat rawan, terutama di negara lain. Selain biaya yang mahal untuk melakukan klaim hak intelektual individu di negara lain, aspek kepercayaan dan jaminan perlindungan dari negara lain juga masih menjadi kendala utama.
Jika kita melihat karakteristik dan tujuan awal pembentukan konvensi Paris dan Berne, tidak dapat dapat dipungkiri, benang merah dua konvensi pioneer ini merupakan prototype pengaturan hak kekayaan intelektual yang pertama di dunia, khususnya dalam skala internasional. Namun demikian, dua konvensi ini hanya menjadi payung hukum yang sifatnya umum, belum mengatur secara rinci aturan main yang lebih kompleks. Kebutuhan pengaturan hak kekayaan yang lebih terperinci sekaligus spesifik telah melahirkan berbagai turunan konvensi sebagai bentuk ratifikasi konvensi Paris dan Berne.

·           Universal Copyright convention
Universal Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika. Yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
Konvensi Hak Cipta Universal (UCC) diadopsi di Jenewa pada tahun 1952, adalah salah satu dari dua konvensi internasional utama melindungi hak cipta, yang lain adalah Konvensi Berne.UCC ini dikembangkan oleh Bangsa, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Pendidikan Amerika sebagai alternatif untuk Konvensi Berne bagi negara-negara yang tidak setuju dengan aspek dari Konvensi Berne, namun masih ingin berpartisipasi dalam beberapa bentuk perlindungan hak cipta multilateral.
Negara-negara ini termasuk negara-negara berkembang dan Uni Soviet, yang berpikir bahwa perlindungan hak cipta yang kuat yang diberikan oleh Konvensi Berne terlalu diuntungkan Barat dikembangkan negara-negara pengekspor hak cipta, dan Amerika Serikat dan sebagian besar dari Amerika Latin. Amerika Serikat dan Amerika Latin sudah menjadi anggota dari konvensi hak cipta Pan-Amerika, yang lebih lemah dari Konvensi Berne. Berne Konvensi menyatakan juga menjadi pihak UCC, sehingga hak cipta mereka akan ada di non-konvensi Berne negara.
Amerika Serikat hanya memberikan perlindungan hak cipta untuk tetap, jangka terbarukan, dan menuntut agar suatu pekerjaan yang harus dilindungi hak cipta harus berisi pemberitahuan hak cipta dan didaftarkan di Kantor Hak Cipta. Konvensi Berne, di sisi lain, disediakan untuk perlindungan hak cipta untuk istilah tunggal didasarkan pada kehidupan penulis, dan tidak memerlukan pendaftaran atau dimasukkannya pemberitahuan hak cipta untuk hak cipta untuk eksis. Dengan demikian Amerika Serikat akan harus membuat beberapa modifikasi besar terhadap hukum hak cipta dalam rangka untuk menjadi pihak untuk itu. Pada saat itu Amerika Serikat tidak mau melakukannya. UCC sehingga memungkinkan negara-negara yang memiliki sistem perlindungan yang sama ke Amerika Serikat untuk fixed term pada saat penandatanganan untuk mempertahankan mereka. Akhirnya Amerika Serikat menjadi bersedia untuk berpartisipasi dalam konvensi Berne, dan mengubah hukum hak cipta nasional seperti yang diperlukan. Pada tahun 1989 itu menjadi pihak dalam Konvensi Berne sebagai hasil dari Konvensi Berne Implementasi Undang-Undang 1988.
Di bawah Protokol Kedua Konvensi Hak Cipta Universal (teks Paris), perlindungan di bawah US UU Hak Cipta secara tegas diperlukan untuk karya yang diterbitkan oleh PBB, oleh badan-badan khusus PBB dan oleh Organisasi Negara-negara Amerika. Persyaratan yang sama berlaku untuk negara kontraktor lain juga. Berne Konvensi menyatakan khawatir bahwa keberadaan UCC akan mendorong pihak dalam Konvensi Berne untuk meninggalkan konvensi itu dan mengadopsi UCC sebaliknya. Jadi UCC termasuk klausul yang menyatakan bahwa pihak yang juga Berne pihak Konvensi tidak perlu menerapkan ketentuan Konvensi untuk setiap negara mantan Konvensi Berne yang meninggalkan Konvensi Berne setelah 1951. Sehingga setiap negara yang mengadopsi Konvensi Berne yang dihukum jika kemudian memutuskan untuk meninggalkannya dan menggunakan perlindungan UCC sebaliknya, karena hak cipta yang mungkin tidak lagi ada di Berne Konvensi menyatakan. Karena hampir semua negara baik anggota atau calon anggota Organisasi Perdagangan Dunia dengan demikian sesuai dengan Perjanjian tentang Trade-Related Aspek Hak Kekayaan Intelektual Perjanjian, UCC telah kehilangan signifikansi.




Sabtu, 02 Mei 2015

Simbol dalam Hak Kekayaan Intelektual

                     Simbol dalam Hak Kekayaan Intelektual

Simbol  merupakan kepanjangan dari Registered Merk artinya merek terdaftar. Merek-merek yang menggunakan simbol tersebut mempunyai arti bahwa merek tersebut telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek yang dibuktikan dengan terbitnya sertifikat merek.
Simbol TM merupakan kepanjangan dari Trade Mark artinya Merek Dagang. Simbol TM biasanya digunakan orang untuk mengindikasikan bahwa merek dagang tersebut masih dalam proses. Baik proses pengajuan di kantor merek ataupun proses perpanjangan karena jangwa waktu perlindungan (10tahun) yang hampir habis (expired). Namun bagi negara-negara yang menganut sistem merek "first in use" seperti Amerika Serikat tanda ™ berarti merek tersebut telah digunakan dan dimiliki. Sedangkan Simbol © kepanjangan dari copyright artinya Hak Cipta, merupakan logo yang digunakan dalam lingkup cipta dengan kata lain karya tersebut orisinil. Pengunanaan simbol © dapat digunakan walaupun karya tersebut tidak dapat dibuktikan dengan sertifikat hak cipta, karena perlindungan hak cipta bersifat otomatis (automathic right), namun adanya sertifikat hak cipta dapat menjadi bukti formil dimata penegak hukum. Komponen penting dalam hak cipta khususnya lukisan/ logo, yaitu:

1. Pencipta (sebagai pemegang hak moral)
2. Pemegang Hak Cipta
3. Obyek Ciptaan
4. Kapan dan dimana ciptaan itu dibuat/ diumumkan

Logo R, TM dan C merupakan suatu tanda yang biasanya dicantumkan dengan tujuan untuk menghalangi pihak yang akan meniru atau menjiplak karyanya, dimana secara tidak langsung ingin memberitahuan bahwa produknya atau karyanya telah diajukan permohonan atau telah terlindungi haknya.

Istilah-Istilah Dalam Hak Kekayaan Intelektual
1.      Pencipta
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

2.      Pemegang Hak Cipta
Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas.

3.      Ciptaan
Hasil setiap karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.

Sumber: