Konvensi-konvensi
dalam hukum industri
1 1. Mengetahui konvensi internasional
tentang hak cipta
Perlindungan terhaap HKI secara
global antar negara dibutuhkan karena adanya perdagangan Internasional dan
adanya gerakan perdagangan bebas yang semakin berkembang. Akhir abad ke-19
perkembangan pengetahuan mengenai HKI mulai melewati batas-batas negara.
Sejarahnya dimulai dengan dibentuknya Uni Paris untuk
perlindungan Internasional milik perindustrian pada tahun 1883. Beberapa
tahun kemudian pada tahun 1886 dibentuk pula sebuah konvensi
untuk perlindungan di bidang hak cipta yang dikenal dengan Internasional Convention
for The Protection of Literary and Arsitics Works, yang ditandatangani
di Bern.
Pada awalnya kedua konvensi itu
masing-masing membentuk union yang berbeda yaitu union internasional
untuk perlindungan Hak Milik Perindustrian (The International Union for
The Protection of Industrial Property), dan union Internasional
untuk perlindungan Hak Cipta (International union for The Protection of
Literary and Artistics Works). Meskipun terdapat dua union, tetapi
pengurusan administrasinya dalam satu manajemen yang sama yaitu : United
Biro for The Protection of Intellectual Property, yang dalam bahasa
Perancisnya Bivieaux International Reunis Pour La Protection de la
Propriete Intellectuele (BIRPI). Perkembangan selanjutnya timbul
keinginan agar terbentuk suatu organisasi dunia untuk HKI secara
keseluruhan. Melalui konferensi Stockholm tahun 1967 telah diterima suatu
konvensi khusus untuk pembentukan organisasi dunia untuk HKI (Convention
Establishing The World Intellectual Property Organization/ selanjutnya
disebut WIPO). WIPO sebagai organisasi dunia kemudian menjadi pengelola
tunggal kedua konvensi tersebut.
2 2. Benner convention dan universal
copyright convertion
·
Benner
convention
Setelah konvensi Paris digulirkan
sebagai momentum awal penghargaan hak intelektualitas manusia khususnya di
bidang hak milik, proses ini kemudian dilanjutkan dengan munculnya
konvensi Berne yang dibentuk pada tahun 1886. Konvensi ini lahir karena
pada akhir tahun 1900 an, karya-karya hak cipta secara bertahap telah
menjadi elemen penting dalam perdagangan internasional. Revolusi industri
dan proses produksi massal yang mulai berkembang menjadikan perlindungan
hak cipta transnasional menjadi wacana serius. Konvensi Bern mewajibkan
negara-negara yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya
para pencipta dari negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu
negara-negara yang dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka
adalah warga negaranya sendiri. Hak cipta di bawah Konvensi Bern bersifat
otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara eksplisit. Konvensi
Berne pada saat pembentukannya dikenal sebagai Berne Covention for
the Protection of Literary and Artistic Works. Pada
awalnya, negara-negara Eropa menjadi penandatangan pertama untuk
melegitimasi pengaturan hak cipta secara lebih luas. Pada awalnya tujuan
dari konvensi ini adalah mengenalkan hak cipta secara nasional. Adapun
perlindungan yang diberikan merupakan perlindungan atas Copyright (Hak
Cipta), yang meliputi literary and artistic works (karya seni
dan kesusasteraan) serta semua karya yang dihasilkan dalam bidang
kesusasteraan, kesenian, dan ilmu pengetahuan. Kedua bidang pengaturan
inilah yang kemudian dikelompokkan dalam Intellectual Property
Rights. Para pencetus konvensi merumuskan tiga prinsip dasar dan
berisi serangkaian menentukan ketentuan perlindungan minimum yang harus
diberikan, serta ketentuan-ketentuan khusus yang tersedia untuk
negara-negara berkembang yang ingin memanfaatkannya. Tiga prinsip dasar
itu antara lain:
·
Pekerjaan
yang berasal dari salah satu negara (contohnya karya penulis yang adalah
warga negara dari suatu negara atau perbuatan yang pertama kali diumumkan
dalam tersebut suatu negara) harus diberi perlindungan yang sama di
negara-negara lainnya (asas “national treatment“).
· Perlindungan tersebut tidak harus tergantung
pada kepatuhan dengan formalitas (asas otomatis “perlindungan”).\
· Perlindungan
tersebut tidak tergantung pada adanya perlindungan di negara asal kerja
(prinsip “kemerdekaan” perlindungan).
Ciri utama dari konvensi ini juga
menempatkan negara dianggap sebagai negara-negara berkembang sesuai dengan
praktik yang ditetapkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk
pekerjaan tertentu dan dalam kondisi tertentu, berangkat dari standar
minimum perlindungan berkaitan dengan hak terjemahan dan hak reproduksi.
Namun disisi lain, konvensi ini juga memberi “hak moral”, yaitu, hak untuk
mengklaim kepengarangan kerja dan hak untuk objek ke mutilasi atau
deformasi atau modifikasi lainnya, atau tindakan menghina lainnya
sehubungan dengan, pekerjaan yang akan merugikan untuk menghormati penulis
atau reputasi.
Dalam praktiknya, pengelolaan
konvensi Berne memiliki Majelis dan Komite Eksekutif. Setiap anggota
negara Uni yang sudah melekat pada setidaknya ketentuan administratif dan
terakhir dari Undang-Undang Stockholm adalah anggota Majelis. Para anggota
Komite Eksekutif dipilih dari antara anggota Uni, kecuali untuk Swiss yang
merupakan anggota ex officio.97 Pembentukan
program dua tahunan dan anggaran Sekretariat WIPO-sejauh Berne
Union masih membutuhkan bantuan-adalah tugas Majelisnya.
Dalam perjalanannya, Konvensi
Berne sudah direvisi beberapa kali. Berikut kronologis revisi konvensi
Berne yang dihimpun dari berbagai sumber. Pada tahun 1896 direvisi di
Paris, di Berlin pada tahun 1908, diselesaikan di Berne pada tahun 1914,
direvisi di Roma pada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di
Stockholm pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun 1971, dan diubah pada
tahun 1979. Revisi terjadi di bidang perlindungan industri dan hak moral.
Dalam Konvensi Berne revisi Roma
1929 contohnya, hak moral diatur pada pasal 6 bis. Adapun pokok-pokok
dari pasal 6 bis tersebut adalah sebagai berikut:
·
Moral
rights are independent of economic rights.
· Moral
rights subsist after the author has transferred his economic
rights, although it is not clear whether moral rights are themselves
inalienable.
· Moral
rights are to be maintained at least until the expiry of economic
rights, although countries not recognizing moral rights at the time of
their accession to the Berne Convention are permitted to limit moral
rights to the lifetime of the author.
· The
manner in which moral rights are protected is to be determined by national
law, which need not necessarily be copyright law.
Pasal 6 bis Konvensi Berne
tersebut memberikan suatu bentuk perlindungan kepada pencipta yang
meliputi kebebasan dari hak-hak ekonomi pencipta, dan setelah mengalihkan
hak tersebut pencipta mempunyai hak untuk mengklaim hasil karyanya,
menolak penyimpangan-penyimpangan, perusakan, maupun perubahan serta
tindakan yang dapat merugikan kehormatan dan reputasinya. Lebih jauh,
jaminan hak-hak tersebut adalah sampai dengan kematian si pencipta atau
paling tidak sampai terbayarnya hak-hak ekonomi yang dapat dilaksanakan
para pihak atau instansi yang diberi kuasa menurut peraturan suatu negara
di mana terdapat klaim perlindungan tersebut. Walaupun tujuan awalnya
negara-negara yang ikut menandatangani konvensi Berne adalah dalam rangka
membuat perlindungan hukum untuk hak cipta dasar, tetapi secara prinsip
perlindungan terhadap para pemegang hak cipta dari dalam negeri sama
dengan perlindungan untuk para pemegang hak cipta asing. Tidak ada
perbedaan signifikan yang menjadi pembeda di antara keduanya. Hasil
positif yang dapat dijadikan acuan keberhasilan dari konvensi Berne adalah
terciptanya standar internasional perlindungan hak cipta untuk para
pelaku intelektual. Akan tetapi, kelemahan dari konvensi Berne juga
terlihat karena tidak diformulasikan tanpa melalui proses resolusi dan
perdebatan yang panjang. Perlindungan yang diberikan pun sangat rawan,
terutama di negara lain. Selain biaya yang mahal untuk melakukan klaim hak
intelektual individu di negara lain, aspek kepercayaan dan jaminan
perlindungan dari negara lain juga masih menjadi kendala utama.
Jika kita melihat karakteristik
dan tujuan awal pembentukan konvensi Paris dan Berne, tidak dapat dapat
dipungkiri, benang merah dua konvensi pioneer ini merupakan prototype pengaturan
hak kekayaan intelektual yang pertama di dunia, khususnya dalam skala internasional.
Namun demikian, dua konvensi ini hanya menjadi payung hukum yang sifatnya
umum, belum mengatur secara rinci aturan main yang lebih kompleks.
Kebutuhan pengaturan hak kekayaan yang lebih terperinci sekaligus spesifik
telah melahirkan berbagai turunan konvensi sebagai bentuk ratifikasi
konvensi Paris dan Berne.
·
Universal Copyright convention
Universal Copyright
Convention mulai
berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari
orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat
dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak
mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan
demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini kepentingan
negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan
tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk
kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Universal Copyright
Convention mencoba
untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika. Yang memandang hak
monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan
kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap
hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti
itu kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak
cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
Konvensi Hak Cipta Universal
(UCC) diadopsi di Jenewa pada tahun 1952, adalah salah satu dari dua konvensi
internasional utama melindungi hak cipta, yang lain adalah Konvensi Berne.UCC ini
dikembangkan oleh Bangsa, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Pendidikan Amerika
sebagai alternatif untuk Konvensi Berne bagi negara-negara yang tidak setuju
dengan aspek dari Konvensi Berne, namun masih ingin berpartisipasi dalam
beberapa bentuk perlindungan hak cipta multilateral.
Negara-negara ini termasuk
negara-negara berkembang dan Uni Soviet, yang berpikir bahwa perlindungan hak
cipta yang kuat yang diberikan oleh Konvensi Berne terlalu diuntungkan Barat
dikembangkan negara-negara pengekspor hak cipta, dan Amerika Serikat dan sebagian
besar dari Amerika Latin. Amerika Serikat dan Amerika Latin sudah menjadi
anggota dari konvensi hak cipta Pan-Amerika, yang lebih lemah dari Konvensi
Berne. Berne Konvensi menyatakan juga menjadi pihak UCC, sehingga hak cipta
mereka akan ada di non-konvensi Berne negara.
Amerika Serikat hanya memberikan
perlindungan hak cipta untuk tetap, jangka terbarukan, dan menuntut agar suatu
pekerjaan yang harus dilindungi hak cipta harus berisi pemberitahuan hak cipta
dan didaftarkan di Kantor Hak Cipta. Konvensi Berne, di sisi lain, disediakan
untuk perlindungan hak cipta untuk istilah tunggal didasarkan pada kehidupan
penulis, dan tidak memerlukan pendaftaran atau dimasukkannya pemberitahuan hak
cipta untuk hak cipta untuk eksis. Dengan demikian Amerika Serikat akan harus
membuat beberapa modifikasi besar terhadap hukum hak cipta dalam rangka untuk
menjadi pihak untuk itu. Pada saat itu Amerika Serikat tidak mau melakukannya.
UCC sehingga memungkinkan negara-negara yang memiliki sistem perlindungan yang
sama ke Amerika Serikat untuk fixed term pada saat penandatanganan untuk
mempertahankan mereka. Akhirnya Amerika Serikat menjadi bersedia untuk
berpartisipasi dalam konvensi Berne, dan mengubah hukum hak cipta nasional
seperti yang diperlukan. Pada tahun 1989 itu menjadi pihak dalam Konvensi Berne
sebagai hasil dari Konvensi Berne Implementasi Undang-Undang 1988.
Di bawah Protokol Kedua Konvensi
Hak Cipta Universal (teks Paris), perlindungan di bawah US UU Hak Cipta secara
tegas diperlukan untuk karya yang diterbitkan oleh PBB, oleh badan-badan khusus
PBB dan oleh Organisasi Negara-negara Amerika. Persyaratan yang sama berlaku
untuk negara kontraktor lain juga. Berne Konvensi menyatakan khawatir bahwa
keberadaan UCC akan mendorong pihak dalam Konvensi Berne untuk meninggalkan
konvensi itu dan mengadopsi UCC sebaliknya. Jadi UCC termasuk klausul yang
menyatakan bahwa pihak yang juga Berne pihak Konvensi tidak perlu menerapkan
ketentuan Konvensi untuk setiap negara mantan Konvensi Berne yang meninggalkan
Konvensi Berne setelah 1951. Sehingga setiap negara yang mengadopsi Konvensi
Berne yang dihukum jika kemudian memutuskan untuk meninggalkannya dan
menggunakan perlindungan UCC sebaliknya, karena hak cipta yang mungkin tidak
lagi ada di Berne Konvensi menyatakan. Karena hampir semua negara baik anggota
atau calon anggota Organisasi Perdagangan Dunia dengan demikian sesuai dengan
Perjanjian tentang Trade-Related Aspek Hak Kekayaan Intelektual Perjanjian, UCC
telah kehilangan signifikansi.